Senin, 08 Oktober 2012

Saatnya Meniup Kenanganmu, kawan!



Ketika seorang penulis memainkan jemarinya diatas papan keyboard dan ia mlulai mengandalkan halusianasinya untuk berfikir sebanyak celah kosong diatas kepalanya… berfikir, tapi lagi-lagi isi dalam kepala ini seolah tak stabil mengandalkan perannya. Semakin asik bermain huruf demi huruf tapi tak ada yang jitu membentuk sebuah paragraf menarik.

Setiap orang bukankah bisa bisu melawan kata-kata karena ulahnya, semakin saja kebisuannya diperparah dengan 2,3,5,bahkan berpuluh-puluh tahun masa silamnya. Menyedihkan bukan? Dan saat ini tulisan ini berbelok lagi menuju beberapa tahun silam itu lagi. 

Olehmu.. catatan yang terbuka oleh selah-selah jemari yang saling bersingungan…dulu di lembar ini ada tulisan yang ku coret kemudian kulangi lagi di lembar  berikutnya.. apa itu? menuis namamu. Lembaran ini semakin menegaskanku bahwa aku seperti seekor semut yang sedang menggali sarang untuk mengubur dirinya sendiri. 

Tak lagi, aku janji tak lagi untuk mengasah kenangan yang bisa menusuk kapanpun otakku berhenti untuk berfikir.  Tak ingin lebih dulu setan mengendalikan otakku, kemudian ia  semakin tak tahu diri  untuk mengendalikan hatiku. 

Di lembar berikutnya ada benci terus saja meraung-raung sosoknya.tapi uniknya itu tak berlangsung lama. seorang datang dan bilang “ aku beri penghapus dimana hanya orang tertentu saja yang bisa menerimanya”. Kemudian aku menghapusnya,,, tapi org itu bilang lagi ‘ cara menghapusnya tidak semudah menghapus tinta diatas kertas putih’. Itu lah pelajaran bagaimana menutup kenangan.

Sulit, ini bagiku sulit menghapus kebencian yang bukan lagi hanya berbekas, tapi terpatri sudah. Aku tak mau belajar membodohi diriku sendiri… dilmbar berikutnya aku mulai bilang “yang kecil akan menjadi besar”. Aku tertawa dilembaran ini.. tanganku bilang lalu menulis “ aku bahagia menjadi seorang sahabatmu” lagi-lagi tanganku mulai membohongi hatiku.. 

Aku lelah mengandalkan saat bentuk hati yang tak tau rasanya bertrimakasih.. tak pernah sejalan dengan isi kepalaku, selalu bilang ini sulit bahkan tak menepi… hilang arah lewat lembar terakhir aku tak lagi menulis kata-kata ku dengan tinta merah yang biasanya ada setetes dua tetes kata yang rusak akibat  mataku yang masih saja cengeng. Di lembar itu aku sulam dengan rajutan yang kubuat terlebih dahulu polanya. Kau tahu apa yang aku sulam di lembar terakhirku..aku hanya bilang “ pergilah dan aku akan pergi jauh dari kedua pasang matamu, mulanya kau mungkin masih menungguku,tapi perlahan sepasang matamu hanya setitik yang kulihat sampai pada akhirnya kedua mata itu hilang dan  aku Bangga mengiklaskanmu pada tuhan". Dimana tak akan pernah ada yang terlahir untuk abadi, termasuk cinta yang dibanjiri air mata dan aku mulai berfikir lagi betapapun hanya sebatas air mata, tapi air mata tetap saja milik-Nya, dan segala sesuatu miliknya pasti akan dimintai pertangungjawaban. 

(for my friends… semoga suka sama kata’nya hanya ini yang bisa saya berikan untuk setidaknya mengurangi masa-masa yang tidak menyenangkan dalam hidupmu, move on girls karena hidup terlalu singkat untuk ditangisi)

0 komentar:

Posting Komentar