Malam ini saya kaku ditemani serangkaian tumpukan buku dengan satu pesan optimis bahwa sekiranya hidup bisa memperlakukan saya lebih adil dengan balutan malam tanpa jeda. Lebih adil ?? Ya Rabb apalagi keluh kesah ini, rasanya tak habis untuk memperlakukan diri ini selalu gundah di tepi sudut malam yang enggan menutup setidaknya banyangannya jauh dari siangsana fikiran yang terus berputar-putar di kepala.
Lewat jalur sempit ini saya mencoba untuk bilang pada diri sendiri bahwa saya mungkin “tidak pantas” atau “ saya mungkin bukan siapa-siapa” atau barangkali “ saya ini siapa?” . Dibalik pertanyaan bodoh yang sungguh menyudutkan saya jauh menjadi sosk wanita paling tidak dinilai lebih baik padahal lemah, lebih bijak padahal curang, lebih sabar padahal tidak bisa mengendalikan amarah.
Dingin ya Ya Rabb,,, akupun tidak mampu menulis syair syahdu shalawat menyentuh kalbu bersama-Mu malam ini, tubuh ku seolah kaku ingin mengadu. Dia bagaikan molekul magnet yang terus tarik menarik dengan ilmu dan rasa yang tak seimbang dan akhirnya saya sadar kekuatan fikiran saya sampai pada titik dikendalikan nafsu haus ingin dibelas kasihaninya.
Saya akui lebih dari rasa cemburu yang kau rasakan pada saya teramat sungguh. Jika malam ini saja angin masih mengajak saya untuk mensyukuri semua nikmat milikMu rasanya tak cukup dengan semua itu meski ingin saya tuang satu persatu sekiranya tubuh ini seakan melemah, kecil dan tak berarti apapun buat-Mu.
Hilang kelabu mengupas habis rentetan buku hitam dosa yang saya perbuat, dan saya coba memulainya lagi dengan sebuah pertanyaan tanpa tanda tanya. Ibarat garis lurus simetris membentuk sebuah pemikiran terdalam tapi sayangnya ia berbelok arah melawan haluan semua maksud di pemikiran sempit ini. Seandainya ada tema yang lebih baik untuk memilih hidup yang lebih kita inginkan, bisakah saya meminta melewati semua tema ini tanpa mengambil salah satupun?.
Tak ingin rasanya terus menari dalam kegelapan sementara saya sadar tiada pernah menemukan titik terang yang sempurna. Sekiranya bukan karena belas dari mu ya Rabb. Saya tidak pernah meminta satu yang lebih dari apa yang saya miliki saat ini, hanya saja tak ingin rasanya berlomba menembus tabir dinding hatinya sementara saya tahu ada ruang lain yang lebih berhak untuk ia kasihi.
Sudut diruang ini begitu menghimpit saya dengan jutaan rasa egoistis manusia berlebihan, rasa ingin untuk lebih dari apa yang telah saya dapat darinya mungkin tidak bisa meredam emosi secara berkala dengan tingkatan yang jauh semakin menebal. Letakan saya dua buah kondisi menerima dan memberi namun tidak bisa lebih baik dari kondisi semula.
Sulit saya menatap air mata kekecewaan jika kebenaran begitu menyakitkan untuk menatap wajah-wajah yang memiliki banyak harapan, sulit menghantam senyum penyesalan untuk bilang pada saya bahwa kebodohan telah memperparah keadaan.
Doa diakhir kalimat mungkin bisa jadi mukzizat buat saya ketika kuasa-Mu berpihak sedikit saja untuk menembus jalan tersulit untuk dilalui.
“ Tak pernah saya meminta seseorang yang lebih baik darinya, lebih sholeh darinya, lebih sempurna darinya, lebih tulus darinya, lebih pandai darinya, lebih hebat darinya karena bukan kesempurnaan yang saya cari dan saya dapat ketika berkesempatan megenalnya. Andai boleh mengiba ijinkan saya mengiba satu permohoan yang saya yakin tidak akan pernah bisa saya menggantikan posisi seseorang yang saat ini mendampinginya dengan kumpulan pengalaman lebih ia sayangi untuk menyusun rangkaian situasi dikala senang dan sedih. Terlepas dari semua itu tanamkan keihklahsan jauh menembus dada yang sejatinya tidak patut untuk dipertanyakan lagi, kesabaran tanpa memelas berkepanjangan, menatap gelapnya hari dengan banjiran air mata tanpa berkesudahan. Biarkan saya memilih untuk kebahagiaan itu tanpa teradili campur tangan manusia. Memohon kun fa yakun sebuah kemungkinan sedikit di balik sebuah pertanyaan tanpa tanda tanya. Letakanlah kalimat ini, simpan, atau mungkin tenggelamkan saja biar saya sadar bahwa ini tiada akan pernah mungkin.....