Momen ngilu itu ketika kita kembali lagi mengulang keluguan
kita dulu layaknya anak kecil yang dibilang cengeng sama orang tua. Ini …itu… gampang nangis, mata rasanya gampang
meleleh dikarenakan sebab yang sepele, mungkin karena dulu pola pikir anak
kecil adalah lebih mengarah pada sudut pandang dunianya yang terbatas.
Berbeda jika dibandingkan dengan versi cengeng jama
sekarang, kita lebih peka dengan interaksi kehidupan, Kadang cengeng juga
merupakan bentuk-bentuk keadaan yang bersinggungan dengan hati. Hati yang tak
lagi memberikan ruang gerak antara logika dalam kapasitasnya.
Disituasi ini ada banyak kekuatan yang saling tarik menarik,
kadang manusia dewasa begitu lugu seperti bocah kanak-kanak yang dengan mudah
melelehkan air matanya, karena banyak hal. Kalau saya, menangis itu adalah memastikan
bahwa dimana hati itu tidak mati dengan sisi ego diri. Kadang menangis bisa
memberikan angin segar untuk menghirup kejadian berikutnya yang harus dilewati.
Dan saya, pun wanita lain pada umumnya lebih memilih
menangis ketika apa yang ditampung dihati itu sudah tidak ada kapasitasnya. Banyak
hal yang bisa membuat kita bertingkah bak anak polos karena menangisi beberapa
hal. Entah itu ketika ada benturan-benturan disekeliling kita yang tak
bisa sinkron dengan hati atau mungkin ketika merasa diri ini tak berdaya dan
bodoh tertindas oleh berbagai kasus dan banyak hal.
Buku yang cukup menginspirasi saya yakni berudul “ jangan menjadi
wanita cengeng”, karya Pipiet senja. Pada saat itu hanya hening ketika melihat
judul sampulnya, seperti pepatah mengatakan “don’t judge book from the covers”.
Tapi kepolosan membuat saya merasa menjadi manusia yang ingin tahu bahwa judul
itu memang memiliki evek domino bagi siapapun.
Isi dari buku ini tidak lain adalah menceritakan bagaimana
ketangguhan beberapa wanita menghadapi masalah pekik dalam hidupnya yang
mungkin tak seberuntung kita. Dulu, saya menilai ketangguhan seseorang ketika
ia mampu menahan air matanya di belakang layar, tapi versi itu berubah saat
kita memang tidak harus mengajari hati kita untuk tidak menangis disaat harus
menangis.
Kalian pasti pernah merasakan menahan tangis, yang ingin
tumpah hanya untuk dibilang “saya kuat!”, tapi "sebenarnya lemah". Setelahnya ada
dimana waktu terbodoh untuk kita menumpahkan tangisan yang tertahan, dan itu
sangat menjengkelkan, hanya memenuhi rongga di paru-paru hanya untuk sekedar
bilang “saya tidak ingin terlihat cengeng”.
Naïf memang, saya pun kadang merasakan momen dimana saya
tidak pernah terlihat cengeng dimata mereka, mereka selalu memandang lebar
matanya untuk tetap jernih menilai senyuman saya. Dan yang terpenting citra
diri untuk tidak memangis mengharuskan saya belajar menjadi manusia munafik
tanpa retorika pahit setiap kehidupan. Saya sadar banyak hal yang jauh bersinggungan
dalam kehidupan, banyak keadaan diamana ada saatnya diri ini merasa terpojok
dan tersisihkan, tapi saya tahu hanya bisa menahan diri untuk terlihat tak
seringkih keeadaan.
Kadang
mungkin, dikesendirian menangis justru lebih
melegakan nafas dan menentramkan batin karena dimana momen ini kita bisa
menghabiskan beragam ekspresi sedih pada-Nya. Tapi kita juga harus ingat
ketika
dikeramaian ada hal yang tidak bisa kita tahan untuk menagis, kenapa
harus diahan?, menangislah saat itu juga. Karena tidak ada yang
melegakan dalam
hidup ketika kita bisa menangis pada saat dimana kita diharuskan untuk
menangis, bukan karena kita cengeng. Tapi karena kita tahu betul bahwa
tidak
dengan syarat “tidak cengeng” kita bisa dinilai tangguh.Setuju??
Sumber gambar : sosbud.kompasiana.com