Selasa, 14 Februari 2012

Kau pastikan aku, dan aku baik-baik saja bu...!



Bu, tahukah kamu saat ini keadaanku...
Ku harap engkau masih bisa tersenyum
Dan katakan padaku “ Aku pun baik-baik saja Anakku”
Setiap kali kulihat raut wajahmu semakin ku sembunyikan raut kemalanganku hanya ingin sekedar kau tahu, “ aku baik-baik saja”
Dan melihat kau bisa “ tersenyum untukku”
Terlalu banyak doamu..air matamu yang kau teteskan untuk menguatkanku
Bahkan belas kasihmu yang membuat aku semakin tabah dipelukmu
Tapi bu” Aku  tidak sekuat yang kau bayangkan”
Tidak setegar yang kau harapkan...
Jujur aku benci air matamu untukku, sebab aku tak ingin engkau berlaku itu dihadapku
Ku pastikan semua akan baik-baik saja.....
Ba’da Ashar kau menghampiriku dengan air doa sucimu wahai ibu...
Dan kau berucap dengan kemalanganku :“ bangunlah anakku,,,lupakan rasa sakit itu, Allah yang akan menghapusnya, relakanlah semuanya... kembalilah tersenyum untuk kami, jangan kau bayar harga kasih sayangku dengan kasih sayangnya yang jelas berbeda. Aku akan selalu ridho denganmu, kudoakan kebahagiaan terus disetiap langkahmu,, engkau gadis yang memiliki 2 buah karisma dibola matamu... dan tidak akan pernah bisa satu orangpun berhak mengambilnya tanpa seizinku, bangkitlah dari keterpurukanmu...lupakanlah semua rasa sakit didadamu, karena semua akan dibalas indah dengan pengorbanan yang tak ternilai, ukirlah semua semangatmu, Cahayamu untuk banyak orang seperti senyummu dulu yang membuat setiap mata terinspirasi bahwa kamu wanita hebat, aku mencintaimu bukan karena kau adalah anakku tapi engkau adalah gadis terindah yang selalu membuatku iri ingin sepertimu, karena Allah sangatlah menyayangimu, tunjukanlah kedewasaanmu, tunjukanlah senyummu di hadapanku”.
Kata-kata ibu selalu sejuk, lebih sejuk dari air marjan...
Jika suatu saat aku menghilang dan pergi mendahuluimu aku hanya ingin kau tahu, taakan pernah kubalas semua yang telah kau korbankan untukku, tidak akan pernah,,, tidak akan pernah,, dan tidak akan pernah,,,,,
Dan malam ini ku lihat semua kerut diwajahmu, apakah itu tanda sebuah pedulimu untukku? Hingga kerutanmu tak mampu menutupi rasa cintamu teramat dalam padaku. Kegundahanmu, kekhawatiranmu, dan ikut merasakan hantaman rasa sakit ini dengan semua ikatan batin seorang Ibu dan anak.
Bu, aku benci harus menangisi ini, aku benci melihatmu semakin tua karenaku,aku benci kau menangis dihadapanku hanya untuk memastikan” Cukup sudah bu, disini aku baik-baik saja”.
Kau harus tahu bu, aku tidak akan pernah bisa jauh meninggalkanmu sendiri disaat-saat kau lemah butuh aku disini. Bu,kumohon  ikutlah aku.... ikutlah aku menginjakan kaki kesuatu tempat yang mampu membuatku banyak merenung, dan berbagi.
Tapi kau harus tahu, Aku tak bisa memandang tempat dan sudut ini begitu indah, sementara aku harus menahan semua disini, rasa traumatis yang teramat dalam, dan aku benci ini bu...benci ketika dihadapkan dua kondisi teramat sulit.
Aku mencintaimu..sungguh dan hatiku terpukul ketika harus meniggalkanmu disini...sendiri...Aku hancur dengan ratapanmu, Aku hancur dengan airmatamu...Aku butuh pelukanmu..butuh jari yang menghapus kedua bola mataku...butuh Doa ampuh untuk menyembuhkan semua luka, sulit.....!!.
Hanya tabah dan kepasrahan saja yang membungkam disini...hanya diamnya orang asing ketika tidak tampak pertolongan dibalik pintu... ya, pintu hatinya. Tapi kau jelaskanku berulang-ulang bahwa “ ambilah sebuah pelajaran penting, hanya Allah yang pantas bertindak, diam lah dengan sebuah doa di dalamnya”.

2 komentar:

ABDUL MULYANA mengatakan...

"NILAI KEHIDUPAN"

Alkisah, ada seorang pemuda yang hidup sebatang kara. Pendidikan rendah, hidup dari bekerja sebagai buruh tani milik tuan tanah yang kaya raya. Walapun hidupnya sederhana tetapi sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan baik.



Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti.



"Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja kehidupan ini," katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat menggantung diri di sebatang pohon.



Pohon yang dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba menyela lembut. "Anak muda yang tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini."



Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan memilih pohon yang lain, tidak jauh dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, "Hai anak muda. Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin. Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya."



Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lain. Kata yang didengarpun tidak jauh berbeda, "Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh di bawah dedaunanku. Tolong jangan mati di sini."



Setelah pohon yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan berpikir, "Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi makhluk lain".



Segera timbul kesadaran baru. "Aku manusia; masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas aku melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk lain".



Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.



=================================================

ABDUL MULYANA mengatakan...

Kalau kita mengisi kehidupan ini dengan menggerutu, mengeluh, dan pesimis, tentu kita menjalani hidup ini (dengan) terasa terbeban dan saat tidak mampu lagi menahan akan memungkinkan kita mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.



Sebaliknya, kalau kita mampu menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan, tentu kita akan menghargai kehidupan ini. Kita akan mengisi kehidupan kita, setiap hari penuh dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia-manusia lainnya.



Maka, jangan melayani perasaan negatif. Usir segera. Biasakan memelihara pikiran positif, sikap positif, dan tindakan positif. Dengan demikian kita akan menjalani kehidupan ini penuh dengan syukur, semangat, dan sukses luar biasa!
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.

Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan. :)


(Peraturannya sederhana: Jika dia tak membuatmu lebih baik tapi lebih buruk, biarkan dia pergi.
Karena penyemangat terbesar dalam hidupmu adalah dirimu sendiri.
Innalaha ma'ashabirin ukhti)

Posting Komentar